Selasa, 03 Juni 2014

This is My New Experience in Gn. Ungaran - Part. 1



Assalamualaikum… huah. Ternyata rasa lelah dan kantuk ini sangat menggangguku, hingga akhirnya aku lupa akan menuliskan sebuah cerita yang terangkai ketika aku menggapai cita-cita bersama kawan-kawanku yakni muncak di Ungaran 2050 mdpl yang kami giatkan pada tanggal 30-31 Juni kemarin :D. Beginilah rangkaian ceritanya:
Rabu (28/06) Hadi (Si Komting yang keriting) menjarkomkan untuk kumpul di Angkringan untuk melakukan briefing barang bawaan untuk menuju puncak (gemilang cahaya..HALAH!) di tanggal 30-31 itu. Dari rencana kami tersebut yang ikut naik ada Hadi, Wildan, Devi yang tak lain pacar Wildan, Aku, Ai, Marliyah, Rahayu dan Sekar..
Kamis (29/06) pagi aku meminjam sbnya Mbak Billy dan meminjam matras di Widi dan Dadi, sedangkan sore harinya  Aku dan Kak Ai belanja logistic, tiba-tiba Ayu sms ke Ai kalau seandainya dia tidak jadi ikut. Dibalesnya tanpa alesan sih.Kebutuhan yang kami beli itu ada kentang, Puding, sarden, Nata de coco, dan jajanan yang sekiranya dapat mengenyangkan kita dan memenuhi kebutuhan perut kita. Kekekek~ Dan memang yah, namanya cewek gag itu sipit, kurus, gemuk (hahahah) selalu lama sekali untuk yang namanya memilih barang yang kita lihat dari segi harga, rasa, penampilan serta pertimbangan-pertimbangan lainnya. Lucu deh pokoknya dan yang pasti seprti yang aku sebutkan tadi, lamaaaaaaaaa sekali. Sebelum pulang, kami membagi tugas. Dari pada Kak Ai repot, jadi aku menawarkan diri untuk mengukus kentang dan membuat pudding tersebut.
Malamnya aku pinjam itu rise cookernya Pak Tris untuk mengukus kentang bawaan. Kami membeli kentang sebanyak 7 buah, yang ukuran kecil 4 buah, dan yang lainnya besar-besar. Dan aku membuat pudding dari satu bungkus besar Nutr**ell rasa coklat. Ya Allah, aku kira mengukus kentang itu sebentar ternyata lumayan juga terlebih kentang yang besar. 2 kali mengukus yang kecil. Kenapa aku membuatnya sekarang? Karena takutnya aku kalau besok pagi tidak akan kekejar karena aku juga mau berangkat danusan di kampus. Ceritanya jadi panitia di acaranya USFnya FSM.
Jumat (30/06) hari yang aku nantikan tiba. Jujur, dari semalem aku susah tidur karena kepikiran rasanya muncak a.k.a demam panggung. Ya sudah karena aku ada janji dengan dua buah kegiatan jadi aku memutuskan untuk berangkat ngampus dari jam 7-jam 12 pagi. Haduh… niat kekampus supaya tenang sedikit tapi malah disana ketemu sama Elisabet yang kemarin habis muncak di Ungaran. Aduh lagi deh pikirku.
Hormone adrenalin membuat aku semakin membuncah hingga jam yang di tentukan tiba. Satu persatu anak seperti Marliyah datang di tempat kumpul yakni kostku, dilanjutkan oleh Kak Ai. Sambil menunggu yang lain kami mengobrol sejenak, dan tiba-tiba ada kabar dari Juru Petualang kami yakni si Wildan yang mengatakkan akan menggunakan motor saja di bandingkan angkot serta belum ditemukannya kompor serta nesting yang dibutuhkan. Langsung deh kita kami bertiga sedikit kalang kabut mengenai permasalahan ini. Isi kepala ini bertanya dari mulai pakai motor siapa, trus helmnya gag ada, ntar kalau capek gimana, trus kalau laper gag ada kompor gimana dll.
Hingga semuanya datang termasuk personel tambahan yang semuanya adalah cowok. Orang-orang tersebut adalah Nasrul, Imam, Dones, Rafif, dan Fahrizan. Sebagi orang yang mengampu sie logistic (yang tidak diakui keabsahannya) di kamar aku dilanda kebingungan. Ini mereka semua pada mau makan apa? Yasudah tercetuslah di otak aku, kak Ai dan Rahayu untuk membeli nasi sebagai makanan pertama pembuka perjalanan.
Waktu beli pula ada acara ribut sedikit dengan penjualnya lagi (Bu Har lagi cari gara-gara). Ya sudah, setelah bungkusan nasi yang ke 12 kami langsung balik ke kost. Singkat cerita kami solat asar dahulu di masjid depan. Pokoknya kami mulai jalan menunjukan pukul 4.13 PM telat dua jam dari yang diharapkan. Ya dikarenakan aku tahu diri akan bawaan dan berat badan, maka aku membonceng Nasrul yang kayakya bisa membawa aku (jiailah). Kak Ai dengan Hadi, Marliyah dengan  Rafif, Ayu dengan Fahrizan, Sekar dengan Fadhil eh Imam, dan Dones dengan Wildan. Pantesan saja Hadi dan Wildan tenang ketika kami menanyakan tentang tidak adanya motor yang dapat kami gunakan (Cerita diatas).
Pukul 5.30 (magrib) PM kami sampai di Pos Mawar. Ya Allah banyak cerita yang didapat di perjalanan, dari mulai memisahnya rombongan, Nasrul yang harus membayar tiket masuk dahulu karena dompetku yang menyelinap jauh di dalam tas (sempet panic naga), terus Ayu yang harus turun dari motor gara-gara motornya Ijan tak dapat berjalan didaerah menanjak dengan beban yang lumayan padahal perjalanan masih jauh (Hahahaha, maaf Yu Aku gag kuat untuk menahan ketawa). Dan dilanjutkan untuk makan dan solat magrib pada pukul 5.43-5.53 PM. Pemberlakuan kedisiplinan sangat di butuhkan disini terutama untuk hal vital seperti  waktu, air, dan istirahat. Oya dari mulaia pos mawar tersebut sinyal sudah mulai menghilang.
Perjalanan ke Pos 1 yang sebenarnya (menurutku) banyak memakan waktu. Hingga kita sampai di sana pada pukul 8.27 lagsung kami gunakan untuk istirahat waktunya 10 menit. Di sana Wildan banyak menginstruksi bla-bla-bla. Banyak sekali. Langsung deh kami lanjutkan. Pemandangan semarang masih belum terlihat di sini. Oh Poor Us! Napas belum ngos-ngosan sih. kami mengandalkan 9 senter untuk mendampingi perjalanan. Banyak sekali tempat-tempat yang aku tandai sebagai rute yakni pipa air selanjutnya ada sungai kecil, lalu pohon tumbang dan tak lama yakni pos 1. Yeah, semangat!
Perjalanan yang di lalui banyak digunakan oleh aku dan Ayu untuk berdzikir. Aku yang berdzikir karena melihat keAgungan ciptaan Allah dan Ayu yang berdzikir untuk mengusir makhluk halus sekitar serta korban ke panican aku bila mendengar suara aneh. Diurutkan dari Wildan, Kak Ai, Ayu, aku, Dones, Marliyah, Rafif, Sekar, Imam, Nasrul, Fahrizan, dan  Hadi. Cerita cerita banyak tercipta disana, dan di situ pula aku dapat mengenal karakteristik sifat teman-temanku tersebut.
“Sebentar lagi kita sampai di kolam renang dan sumber air. Gunakan botol kosong untuk mengambil air sebanyak yang dibutuhkan kita di atas jangan lupa kita gunain untuk berwudhu”, begitu ucapan Wildan dan diulang oleh Dones untuk menyemangati cewek-cewek ini.
Kolam tersebut warnanya hijau dan untuk posisinya agak serem sih. tapi airnya….Ya Allah aku beneran baru minum air mentah yang sejernih, sedingin dan sesegar ini dari mata air pegunungan. Mulut mengucapkan lafadz ke-esaan serta rasa takjub luar biasa. “Coba Lihat langit-langit di atas”, kata Hadi. “Kita bakal ngelihat bintang yang lebih banyak di kebun teh. Malahan kalau beruntung kita bisa ngelihat bintang jatuh disana”, lanjutnya sambil berlagak seperti bocah sambil bilang ‘Shuuut…shuuuttt’. -Emang bintang jatuh bunyinya gitu, Di- batinku.
Bentar lagi kita bakal sampai di kebun kopi, lalu tumpukan potongan kayu bakar (Wildan sempat mendahului untuk mendirikan tenda di kebun teah), lalu sebentar lagi kita melewati rumah dinas perkebunan kopi dan tiba-tiba “Ahh.. aduhh.. sakiit”, teriak Sekar. Kami yang berjalan di barisan depan lalu berhambur menuju sumber suara, Sekar kaki kirinya terkilir. Sempat aku menanganinya sebentar untuk membuat sedikit kenyamanan untuknya, lalu di alih tugaskan oleh Imam untuk mengurut dan memijatnya. Ya Allah, kasihan dia. Kami luangkan mungkin sampai 20 menit disana, untuk menangani sambil bercanda sedikit.
Setelah selesai dan Sekar bisa berjalan lagi meski tertitah tak henti hentinya anak cowok menyemangati kami untuk menghilangkan rasa keputus asaan kami (terlebih aku yang selalu bertanya ‘sampainya kapan?’ ke Dones, dan pasti anak cowok bilang ’15 menit lagi kita sampai, kok’). Aku lupa gimana rute selanjutnya pokoknya aku yang menyerupai suara toa terhadap Wildan. Yeah, kebun teah tinggal beberapa meter lagi. Sugooiii.
Pukul 22.45 Kami bagi tugas ada yang solat, memasak, mendirikan tenda. Diusahakan tidak ada yang tidak bekerja. Kak Ai selepas solat tidak henti-hentinya mengucapkan “Subhanallah” karena melihat lautan bintang di atas kami. Berasa planetarium. Catatan Ajeng: “Tu..tu..tuhhh.. Aku barusan lihat ada bintang jatuh. Benar kan itu?” seruku kegirangan yeahh… sempet berdoa walau aku yakin tak terkabul.  “Mana-mana?”, seru kekecewaan temen-temen cewek yang kecewa karena tidak turut melihatnya. Hadi menimpali ucapanku, “kalau kalian beruntung, kalian bisa melihat lebih dari tiga fenomena tersebut”. Walaupun bintangya tak seperti gambaran Hadi tentang Meteor Garden dan film 5cm, taka pa. intinya aku melihat satu bintang yang jatuh. Hehehe.
Keadaan yang mengharukan adalah ketika kami makan mie, campur sarden, dan mencocol kentang. Sungguh. Walau sedikit, itu berkesan sekali untukku. Kalau aja ada bulan dan menyinari malam kami ada butiran air sebenarnya di sela ujung mataku. Tiba-tiba pertemanan kami terasa seperti saudara. Hehehe~ terlebih ketika banyaknya pendaki lain yang berlalu lalang dan saling menyapa dengan kami, sepert “Mau kemana Mas/Mba”, “Ngopi dulu mas, sini”, atau sesekali “Ayok semangat mas mba”, dan lain-lain.
Kami tertidur dan niatnya jam 1.30 AM kami terbangun untuk berjalan menuju puncak. Tapi sayangnya waktu tersebut molor hingga jam 2an. Yasudah kami melanjutkan dengan meninggalkan Rafif dan Ijan sebagai penjaga tenda Kami. Ada cerita ketika para cewek tanpa Sekar kencing rame-rame. Lucu gan! Kencing di tempat terbuka di semak-semak dan manggunakan tisu basah  sebagai pembersih. Hahaha. Sttt! Jangan keras-keras.

BERLANJUT …..


Tidak ada komentar:

Posting Komentar