Assalamualaikum…
huah. Ternyata rasa lelah dan kantuk ini sangat menggangguku, hingga akhirnya
aku lupa akan menuliskan sebuah cerita yang terangkai ketika aku menggapai
cita-cita bersama kawan-kawanku yakni muncak di Ungaran 2050 mdpl yang kami
giatkan pada tanggal 30-31 Juni kemarin :D. Beginilah rangkaian ceritanya:
Rabu (28/06)
Hadi (Si Komting yang keriting) menjarkomkan untuk kumpul di Angkringan untuk
melakukan briefing barang bawaan untuk menuju puncak (gemilang cahaya..HALAH!)
di tanggal 30-31 itu. Dari rencana kami tersebut yang ikut naik ada Hadi,
Wildan, Devi yang tak lain pacar Wildan, Aku, Ai, Marliyah, Rahayu dan Sekar..
Kamis (29/06) pagi
aku meminjam sbnya Mbak Billy dan meminjam matras di Widi dan Dadi, sedangkan
sore harinya Aku dan Kak Ai belanja
logistic, tiba-tiba Ayu sms ke Ai kalau seandainya dia tidak jadi ikut.
Dibalesnya tanpa alesan sih.Kebutuhan yang kami beli itu ada kentang, Puding,
sarden, Nata de coco, dan jajanan yang sekiranya dapat mengenyangkan kita dan
memenuhi kebutuhan perut kita. Kekekek~ Dan memang yah, namanya cewek gag itu
sipit, kurus, gemuk (hahahah) selalu lama sekali untuk yang namanya memilih
barang yang kita lihat dari segi harga, rasa, penampilan serta
pertimbangan-pertimbangan lainnya. Lucu deh pokoknya dan yang pasti seprti yang
aku sebutkan tadi, lamaaaaaaaaa sekali. Sebelum pulang, kami membagi tugas.
Dari pada Kak Ai repot, jadi aku menawarkan diri untuk mengukus kentang dan
membuat pudding tersebut.
Malamnya aku
pinjam itu rise cookernya Pak Tris untuk mengukus kentang bawaan. Kami membeli
kentang sebanyak 7 buah, yang ukuran kecil 4 buah, dan yang lainnya
besar-besar. Dan aku membuat pudding dari satu bungkus besar Nutr**ell rasa
coklat. Ya Allah, aku kira mengukus kentang itu sebentar ternyata lumayan juga
terlebih kentang yang besar. 2 kali mengukus yang kecil. Kenapa aku membuatnya
sekarang? Karena takutnya aku kalau besok pagi tidak akan kekejar karena aku
juga mau berangkat danusan di kampus. Ceritanya jadi panitia di acaranya USFnya
FSM.
Jumat (30/06)
hari yang aku nantikan tiba. Jujur, dari semalem aku susah tidur karena
kepikiran rasanya muncak a.k.a demam panggung. Ya sudah karena aku ada janji
dengan dua buah kegiatan jadi aku memutuskan untuk berangkat ngampus dari jam
7-jam 12 pagi. Haduh… niat kekampus supaya tenang sedikit tapi malah disana
ketemu sama Elisabet yang kemarin habis muncak di Ungaran. Aduh lagi deh
pikirku.
Hormone
adrenalin membuat aku semakin membuncah hingga jam yang di tentukan tiba. Satu
persatu anak seperti Marliyah datang di tempat kumpul yakni kostku, dilanjutkan
oleh Kak Ai. Sambil menunggu yang lain kami mengobrol sejenak, dan tiba-tiba
ada kabar dari Juru Petualang kami yakni si Wildan yang mengatakkan akan
menggunakan motor saja di bandingkan angkot serta belum ditemukannya kompor
serta nesting yang dibutuhkan. Langsung deh kita kami bertiga sedikit kalang
kabut mengenai permasalahan ini. Isi kepala ini bertanya dari mulai pakai motor
siapa, trus helmnya gag ada, ntar kalau capek gimana, trus kalau laper gag ada
kompor gimana dll.
Hingga semuanya
datang termasuk personel tambahan yang semuanya adalah cowok. Orang-orang
tersebut adalah Nasrul, Imam, Dones, Rafif, dan Fahrizan. Sebagi orang yang
mengampu sie logistic (yang tidak diakui keabsahannya) di kamar aku dilanda kebingungan.
Ini mereka semua pada mau makan apa? Yasudah tercetuslah di otak aku, kak Ai
dan Rahayu untuk membeli nasi sebagai makanan pertama pembuka perjalanan.
Waktu beli pula
ada acara ribut sedikit dengan penjualnya lagi (Bu Har lagi cari gara-gara). Ya
sudah, setelah bungkusan nasi yang ke 12 kami langsung balik ke kost. Singkat
cerita kami solat asar dahulu di masjid depan. Pokoknya kami mulai jalan
menunjukan pukul 4.13 PM telat dua jam dari yang diharapkan. Ya dikarenakan aku
tahu diri akan bawaan dan berat badan, maka aku membonceng Nasrul yang kayakya
bisa membawa aku (jiailah). Kak Ai dengan Hadi, Marliyah dengan Rafif, Ayu dengan Fahrizan, Sekar dengan
Fadhil eh Imam, dan Dones dengan Wildan. Pantesan saja Hadi dan Wildan tenang
ketika kami menanyakan tentang tidak adanya motor yang dapat kami gunakan
(Cerita diatas).
Pukul 5.30
(magrib) PM kami sampai di Pos Mawar. Ya Allah banyak cerita yang didapat di
perjalanan, dari mulai memisahnya rombongan, Nasrul yang harus membayar tiket
masuk dahulu karena dompetku yang menyelinap jauh di dalam tas (sempet panic
naga), terus Ayu yang harus turun dari motor gara-gara motornya Ijan tak dapat
berjalan didaerah menanjak dengan beban yang lumayan padahal perjalanan masih
jauh (Hahahaha, maaf Yu Aku gag kuat untuk menahan ketawa). Dan dilanjutkan
untuk makan dan solat magrib pada pukul 5.43-5.53 PM. Pemberlakuan kedisiplinan
sangat di butuhkan disini terutama untuk hal vital seperti waktu, air, dan istirahat. Oya dari mulaia pos
mawar tersebut sinyal sudah mulai menghilang.
Perjalanan ke
Pos 1 yang sebenarnya (menurutku) banyak memakan waktu. Hingga kita sampai di
sana pada pukul 8.27 lagsung kami gunakan untuk istirahat waktunya 10 menit. Di
sana Wildan banyak menginstruksi bla-bla-bla. Banyak sekali. Langsung deh kami
lanjutkan. Pemandangan semarang masih belum terlihat di sini. Oh Poor Us! Napas
belum ngos-ngosan sih. kami mengandalkan 9 senter untuk mendampingi perjalanan.
Banyak sekali tempat-tempat yang aku tandai sebagai rute yakni pipa air selanjutnya
ada sungai kecil, lalu pohon tumbang dan tak lama yakni pos 1. Yeah, semangat!
Perjalanan yang
di lalui banyak digunakan oleh aku dan Ayu untuk berdzikir. Aku yang berdzikir
karena melihat keAgungan ciptaan Allah dan Ayu yang berdzikir untuk mengusir
makhluk halus sekitar serta korban ke panican aku bila mendengar suara aneh.
Diurutkan dari Wildan, Kak Ai, Ayu, aku, Dones, Marliyah, Rafif, Sekar, Imam, Nasrul,
Fahrizan, dan Hadi. Cerita cerita banyak
tercipta disana, dan di situ pula aku dapat mengenal karakteristik sifat
teman-temanku tersebut.
“Sebentar lagi
kita sampai di kolam renang dan sumber air. Gunakan botol kosong untuk
mengambil air sebanyak yang dibutuhkan kita di atas jangan lupa kita gunain
untuk berwudhu”, begitu ucapan Wildan dan diulang oleh Dones untuk menyemangati
cewek-cewek ini.
Kolam tersebut
warnanya hijau dan untuk posisinya agak serem sih. tapi airnya….Ya Allah aku
beneran baru minum air mentah yang sejernih, sedingin dan sesegar ini dari mata
air pegunungan. Mulut mengucapkan lafadz ke-esaan serta rasa takjub luar biasa.
“Coba Lihat langit-langit di atas”, kata Hadi. “Kita bakal ngelihat bintang
yang lebih banyak di kebun teh. Malahan kalau beruntung kita bisa ngelihat
bintang jatuh disana”, lanjutnya sambil berlagak seperti bocah sambil bilang
‘Shuuut…shuuuttt’. -Emang bintang jatuh bunyinya gitu, Di- batinku.
Bentar lagi
kita bakal sampai di kebun kopi, lalu tumpukan potongan kayu bakar (Wildan
sempat mendahului untuk mendirikan tenda di kebun teah), lalu sebentar lagi kita
melewati rumah dinas perkebunan kopi dan tiba-tiba “Ahh.. aduhh.. sakiit”,
teriak Sekar. Kami yang berjalan di barisan depan lalu berhambur menuju sumber
suara, Sekar kaki kirinya terkilir. Sempat aku menanganinya sebentar untuk
membuat sedikit kenyamanan untuknya, lalu di alih tugaskan oleh Imam untuk
mengurut dan memijatnya. Ya Allah, kasihan dia. Kami luangkan mungkin sampai 20
menit disana, untuk menangani sambil bercanda sedikit.
Setelah selesai
dan Sekar bisa berjalan lagi meski tertitah tak henti hentinya anak cowok
menyemangati kami untuk menghilangkan rasa keputus asaan kami (terlebih aku
yang selalu bertanya ‘sampainya kapan?’ ke Dones, dan pasti anak cowok bilang
’15 menit lagi kita sampai, kok’). Aku lupa gimana rute selanjutnya
pokoknya aku yang menyerupai suara toa terhadap Wildan. Yeah, kebun teah
tinggal beberapa meter lagi. Sugooiii.
Pukul 22.45 Kami
bagi tugas ada yang solat, memasak, mendirikan tenda. Diusahakan tidak ada yang
tidak bekerja. Kak Ai selepas solat tidak henti-hentinya mengucapkan
“Subhanallah” karena melihat lautan bintang di atas kami. Berasa planetarium.
Catatan Ajeng: “Tu..tu..tuhhh.. Aku barusan lihat ada bintang jatuh. Benar kan
itu?” seruku kegirangan yeahh… sempet berdoa walau aku yakin tak terkabul. “Mana-mana?”, seru kekecewaan temen-temen
cewek yang kecewa karena tidak turut melihatnya. Hadi menimpali ucapanku,
“kalau kalian beruntung, kalian bisa melihat lebih dari tiga fenomena
tersebut”. Walaupun bintangya tak seperti gambaran Hadi tentang Meteor Garden
dan film 5cm, taka pa. intinya aku melihat satu bintang yang jatuh. Hehehe.
Keadaan yang
mengharukan adalah ketika kami makan mie, campur sarden, dan mencocol kentang.
Sungguh. Walau sedikit, itu berkesan sekali untukku. Kalau aja ada bulan dan
menyinari malam kami ada butiran air sebenarnya di sela ujung mataku. Tiba-tiba
pertemanan kami terasa seperti saudara. Hehehe~ terlebih ketika banyaknya
pendaki lain yang berlalu lalang dan saling menyapa dengan kami, sepert “Mau
kemana Mas/Mba”, “Ngopi dulu mas, sini”, atau sesekali “Ayok semangat mas mba”,
dan lain-lain.
Kami tertidur
dan niatnya jam 1.30 AM kami terbangun untuk berjalan menuju puncak. Tapi
sayangnya waktu tersebut molor hingga jam 2an. Yasudah kami melanjutkan dengan
meninggalkan Rafif dan Ijan sebagai penjaga tenda Kami. Ada cerita ketika para
cewek tanpa Sekar kencing rame-rame. Lucu gan! Kencing di tempat terbuka di
semak-semak dan manggunakan tisu basah
sebagai pembersih. Hahaha. Sttt! Jangan keras-keras.
BERLANJUT …..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar