Aku dan
‘mereka’ : Gadis di Setengah Malam
Awal
aku mengenalnya di setiap malam ketika diriku setengah terjaga. Gadis kecil yang manis dan mungil tubuhnya.
Dia memperkenalkan diri sebagai penghuni kamar yang menurutnya nyaman. Tidak
pernah menggangguku di setiap aku beribadah, sembayang dalam hariku. Hanya saja
terkadang di waktu tertentu ia menyebarkan wangi mistik yang menyengat.
Terasa
sekali kehadirannya ketika malam telah larut. Raga yang telah suntuk terkadang
ditemani oleh lagu-lagu pemberi semangat hingga membantu dalam pembuatan tugas
berlomba dengan bisingnya suara hewan malam yang beruntut.
Ketika
ku tertidur, ia yang usil sesekali menarik selimutku.
Aku
yang merasa dingin menusuk hingga ke tulang kembali menariknya.
Ia
dengan suara cekikikan menarik lagi, sambil masih terus bersembunyi di longan
tempat tidurku.
Aku
berteriak membentak namun berbisik, “Helena, aku lelah. Ingin tiduurrr. Kita
bermain besok saja!!!”
Dalam
posisi tidurku yang membentuk janin dalam kandungan ibunya, aku mengintip di
balik jarik-jarik yang kujadikan selimut. Senyumanku tersungging ketika aku
melihat Helena lari berhamburan dan dengan wajah lucunya dia bersembunyi di
balik hanger besi yang kujadikan sebagai tempat untuk menggantungkan
kerudung-kerudungku.
Helena
berumur 5 tahun berkata dalam bahasa Netherland namun tercampur dengan logat
lokalnya yang unik di tambah dengan suara pelonya yang menambah untuk susah di
mengerti. Dia dilahirkan di Batavia lama. Orang tuanya meninggal ketika dengan
cara samurai tentara Nipon yang menghunusnya. Kemudian dia di ungsikan oleh
koleka ayahnya menuju Java yang selalu mengenakan fedora putih gadingnya
menutup kepala dengan kumis panjang namun tipis. Helena mengatakan perjalanan tersebut
dilalui menggunakan de trein spoorweg (Kereta dalam bahasa Belanda. Kata
Sepur dalam Bahsa Jawa merupakan kata serapannya.
Helana
yang sudah dekatdengan keluarga kolega ayahnya ini tidak paham mengapa bibinya
yang merupakan isteri dari paman ini tidak ikut dengan mereka. Pertanyaannya
terjawab ketika sang paman bercerita tentang para Nipon itu sudah menyergap
jalan di Java bagian woster (barat). Di sebuah tempat yang memiliki gundukan
bernama Krakatoa. Setelah sampai di het station (setasiun) pamannya menarik
untuk cepat bersembunyi di salah satu bagian lorong rahasia untuk sebangsanya. Namun tak beberapa lama Nipon itu malah sudah
berada di Java. Ia sangat membenci tentara-tentara tersebut.
Helena
yang selalu saja marah-marah ketika aku mengerjakan tugas maupun proposal
sambil melihat dorama-dorama Jepang. Lucu. Mengingatkanku pada adikku yang
terkecil. Terkadang hawa panas mengelilingiku. Bukan hawa panas di suhu
lingkungan umumnya, karena akupun selalu menyalakan kipas angin. Namun hawa
panas ini adalah hawa panas akan gejolaknya emosi serta dendam terhadap Orang
Asia (sebutan untuk orang-orang yang berasal dari Asia Timur).
Keakrabanku
dengan Helena hanya terjadi ketika matahari sudah tergelincir di bagian barat.
Bukannya ia takut seperti halnya yang di seritakan di film-film aneh itu, tapi
ia meminta untuk beristirahat. Lagian ia selalu menungguku puleng kuliah di
waktu sore hari. Dan dia adalah temanku di setengah malamku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar