Kamis, 26 Juni 2014

Aku dan ‘mereka’ : Gadis di Setengah Malam



Aku dan ‘mereka’ : Gadis di Setengah Malam
Awal aku mengenalnya di setiap malam ketika diriku setengah terjaga.  Gadis kecil yang manis dan mungil tubuhnya. Dia memperkenalkan diri sebagai penghuni kamar yang menurutnya nyaman. Tidak pernah menggangguku di setiap aku beribadah, sembayang dalam hariku. Hanya saja terkadang di waktu tertentu ia menyebarkan wangi mistik yang menyengat.
Terasa sekali kehadirannya ketika malam telah larut. Raga yang telah suntuk terkadang ditemani oleh lagu-lagu pemberi semangat hingga membantu dalam pembuatan tugas berlomba dengan bisingnya suara hewan malam yang beruntut.
Ketika ku tertidur, ia yang usil sesekali menarik selimutku.
Aku yang merasa dingin menusuk hingga ke tulang kembali menariknya.
Ia dengan suara cekikikan menarik lagi, sambil masih terus bersembunyi di longan tempat tidurku.
Aku berteriak membentak namun berbisik, “Helena, aku lelah. Ingin tiduurrr. Kita bermain besok saja!!!”
Dalam posisi tidurku yang membentuk janin dalam kandungan ibunya, aku mengintip di balik jarik-jarik yang kujadikan selimut. Senyumanku tersungging ketika aku melihat Helena lari berhamburan dan dengan wajah lucunya dia bersembunyi di balik hanger besi yang kujadikan sebagai tempat untuk menggantungkan kerudung-kerudungku.
Helena berumur 5 tahun berkata dalam bahasa Netherland namun tercampur dengan logat lokalnya yang unik di tambah dengan suara pelonya yang menambah untuk susah di mengerti. Dia dilahirkan di Batavia lama. Orang tuanya meninggal ketika dengan cara samurai tentara Nipon yang menghunusnya. Kemudian dia di ungsikan oleh koleka ayahnya menuju Java yang selalu mengenakan fedora putih gadingnya menutup kepala dengan kumis panjang namun tipis. Helena mengatakan perjalanan tersebut dilalui menggunakan de trein spoorweg (Kereta dalam bahasa Belanda. Kata Sepur dalam Bahsa Jawa merupakan kata serapannya.
Helana yang sudah dekatdengan keluarga kolega ayahnya ini tidak paham mengapa bibinya yang merupakan isteri dari paman ini tidak ikut dengan mereka. Pertanyaannya terjawab ketika sang paman bercerita tentang para Nipon itu sudah menyergap jalan di Java bagian woster (barat). Di sebuah tempat yang memiliki gundukan bernama Krakatoa. Setelah sampai di het station (setasiun) pamannya menarik untuk cepat bersembunyi di salah satu bagian lorong rahasia untuk sebangsanya.  Namun tak beberapa lama Nipon itu malah sudah berada di Java. Ia sangat membenci tentara-tentara tersebut.
Helena yang selalu saja marah-marah ketika aku mengerjakan tugas maupun proposal sambil melihat dorama-dorama Jepang. Lucu. Mengingatkanku pada adikku yang terkecil. Terkadang hawa panas mengelilingiku. Bukan hawa panas di suhu lingkungan umumnya, karena akupun selalu menyalakan kipas angin. Namun hawa panas ini adalah hawa panas akan gejolaknya emosi serta dendam terhadap Orang Asia (sebutan untuk orang-orang yang berasal dari Asia Timur).
Keakrabanku dengan Helena hanya terjadi ketika matahari sudah tergelincir di bagian barat. Bukannya ia takut seperti halnya yang di seritakan di film-film aneh itu, tapi ia meminta untuk beristirahat. Lagian ia selalu menungguku puleng kuliah di waktu sore hari. Dan dia adalah temanku di setengah malamku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar