Assalamualaikummm…
Ahiiy.
Aku akan bercerita mengenai pengalaman pertamaku untuk mendonorkan sebagian
darah yang aku punya di tanggal 1 April yang berlokasi di parker belakang FSM.
Hie, ini adalah suatu pengalaman yang mengerikan. Donor darah. Dan darahku
adalah B dengan rhesus yang -, jadi darahku adalah B-.
Awalnya
sih sempat deg-degan yah. Banyak bayangan yang menghantui aku. Jiah~ soalnya…
emmm… soalnya aku takut jarum suntik. Hehehe. Ohya kegiatan ini merupakan
kerjasama dari UKM KSR UNDIP, dengan PMI dan PT. Sido Muncul.
Jadi
langkah pertamanyanya adalah menulis form donator PMI yang berwarna kuning.
*sebenarnya pas aku nulis itu, masih agak ragu-ragu. Heheh. Selanjutnya form
yang tadi diserahkan kepada petugas disebelah untuk di cek.
Pertama
aku ditanya dulu mengenai riwayat penyakit, maag-ku akut atau gag, terus adakah
sebulan terakhir aku mengalami asma kambuhan, dan yang terakhir alergiku selama
sebulan ini pernah kambuh atau gag. Aku udah menjawab semuanya dengan kata
tidak. Padahal waktu om Aying berkunjung ke Semarang khan aku makan cumi,
besoknya gatel melanda tubuh ini hingga kaki. Berarti bohong gag yah, aku?
Hahaha.
Udah,
lalu yang di periksa lanjut adalah Hbku normal atau tidak, dan Alhamdulillah
diatas 125 (>125). Dengan ditandai dengan tetesan darahku di tetesin ke
cairan biru, dan hasilnya adalah mengapung. Cara pengambilan sampel darah sih
kaya pengambilan uji darah waktu tes GolDar. Pokoknya mirip kaya praktikum
SisHew. Trus kita disuruh untuk ke petugas selanjutnya. Tapi sebelumnya ditimbang
badannya.
Anjir
Men! Berat gue naik! Menjadi angka favorit gue! Omegot! Pantesan kerasa sesak.
Gag usah di bahas yang ini, ok.
Di
petugas yang kedua ini kita di cek pula tensinya. Dapatlah hasil 110/70 . Lah?
Itu kata Pak Anwar termasuk tekanan darah rendah. Nah? Tapikan kalau mencapai
90/60 hingga 10/70 sebenarnya itu normal. Katanya sih, terhindar dari serangan
jantung! Ya Semoga saja Yah.. harusnya aku makan kambing kali yah, biar tekanan
darahnya agak tinggi.
Dan
hasilnya…. “Silahkan mba, ikt antrii di bagian mobil PMI”. Huuuuaaahh… Khan aku
sama Anisa memang gag di rencanain untuk itu. Jadi tampang kami agak shock
gimana gitu. Wkwkwkwk~ karena ternyata ini juga yang pertama buat dia juga.
Udah
ada 5 lebih orang yang antree sebelum kami. Jadi memang agak lama. Apalagi
paling cepat pengambilan antara 10-15 menit. Gag lama berselang datanglah
teman-teman yang sedia menjadi pendonor sukarela di angkatan seperti Frendi,
sama Penny juga Emak Putri.
Jreng!
Namaku di panggil juga sesudah Annisa adalah 5menitan masuk.
Didalem
ada dua petugas serta kursi pasien 4. Sedangkan kursi Anisa persis berhadapan
sama kau.
Deg-degan,
tau gag sih, deg-degan. Apalagi ketika mbaknya mengeluarkan jarum suntik yang
kaya jarum jahit kasur -.-‘ Mampus ini’, batinku menjerit. Ngilu-ngilu gimana
gitu.
Keinget
waktu kami masih SD. Dimana harus melakukan momok ritual mengerikan kelas1-3.
Yaitu… IMUNISASI. Hahahaha. Aku nginget itu pengin katawa. Padahat anak
SD lho, tapi menghujat dokter dengan kata-kata kasar itu mudah saja. Atau yang
harus lari-lari dulu. Atau yang pakai hom-pi-pha untuk menentukan urutan yang
disuntik. Atau yang ngumpet dikolong meja. Dan terakhirnya adalah…. Yang
Terlemahlah Yang Pingsan. Wkwkwkwkw. Inget banget tuh tersangkanya. Dedi, temen
ane waktu SD gan. Hahahahahaha, ketawa sendiri sumpah.
Jangan
tanyakan aku dong…waktu SD tuh, aku bersedia menjadi salah satu yang berani.
Kata-kata yang pasti keluar dari mulut Ibu Mur, Ibu Tuti, Ibu Astuti
(Alhamdulillah masih inget nama guru SD-ku) kurang lebih seperti ini, “Sudah
gag usah nagis, rasanya kaya di gigit semut kok”. Wkwkwkw. Dan pasti anak usil
yang berani duluan disuntik bilangnya gini, “Hih, sakit… rasanya linunya tembus
sampai ke tulang”, wkwkwkwk.
Waktu
jarumnya dimasukin mbaknya khan aku mesem-mesem gaje yah. Eh terjadilah
percakapan.
“Gag
sakit ya mba disuntik? Atau ke enakan di suntik?” kata mbaknya yang mengenakan
pagar digiginya.
“Mbak-mbak,
orang mana yang di suntik ke enakan? Namanya di suntik pakai jarum segede itu
yah pasti sakit mba. Tapi ini paling dirasanya diawal doank”. Jawabku sok cool.
Dan
aku bilang gitu sambil malingin mata. Sumpah, ngilu abis. Apalagi itu jarum
nya… hiihhh… Ampun, ampun. Gag mau lihat,gag mau lihat.
“Mbak,
ini darahya diambil biasanya sampai berapa menit?”, aku mbuka obrolan. Itu masih
di lima menit pertama lho yah.
“Kalau
aliran darahnya mbak lancar, 7 menit atu paling sampai 11 menit”. Jawab mbaknya
santai.
Anjir..
Lama banget. Padahal udah kepikiran mau di cabut saja sambil ngracau gag nggenah.
Rupanya mbaknya ini paham gelagatku. Terus dia Tanya lagi begini.
“Kenapa
mbak? Sakit? Kesemutan? Atau pusing? Nanti bilang yah”.
Lagi-lagi
aku menjawab sambil membuat mbaknya mesem, “Gag mbak. Ini mah gag sakit.
Tenangggg”. Padahal aku lagi sms-an sama Mamahku, kalau aku lagi sakit dan linu
banget karena lagi di donor.
Tapi
ternyata cepet banget lhoh 11 menit itu. Mungkin sambil sekalian ngobrol sama
mbaknya kali yak. Banyak sekali lah yang diobrolin itu. Yang katanya rumah
neneknya di Panggung, gang Gentong Tegal. Ya Wis, Wonge dewek. Angger aku
kenapa-kenapa nuntute gampang, gitu piker ku. Hahaha.
Kata
Anisa kok aku cepet banget sedangkan dia belum. Trus mbaknya nimpali sambil
membuat orang didalam ketawa, “Kalo mbaknya ini (nuding ke aku) pakainya tol
tembalang, mungkin kamu pakainya tol bawen yang macet”. Hahaha, kocak banget
dah.
Waktu
aku turun, ternyata disitu sudah ada Wildan, Hadi, sama Imam yang juga
mendaftar sebagia pendonor. Ohya waktu sebelum turun, aku dikasih Wafer sama
bubur kacang hijau sebagai pengembali stamina.
Sumpah,
Anisa lama banget. Setengah jam ada. Dan waktu turun dari mobil PMI, aku
langsung menyambutnya dengan ketawa. Karena ternyata dua-dua lengan dia di
suntik. Karena lengan kiri terlalu lemah. Hahaha. Aku sing siji be ngeri,
apamanig sing loro-lorone di suntik dom gede. Wkwkwk.
Yaudah
deh, trus kita belajar buat pretest Sistum. Trus aku bilang supaya
handsaplash-nya di copot aja. Ternyata waktu mau dibuka, aku masih belum
bernyali melihat. Aduh.. lucu dah pokoknya. Walau setelah membuka, masih
terlihat bekas merah sih seperti lubang pori yang besar.
Yaudah,
sekian dulu cerita aku untuk kali ini. Harapanku, secara rutin bisa mendonorkan
darahku. Supaya dapat terregeneralisasi bloody-nya. Maaf apabila
terkesan udik, alay dsb, soalnya baru pertama kali. Jadi memang begini :D
Tidak ada komentar:
Posting Komentar