Kamis, 20 Maret 2014

Tegal Dalam Tulisan Opini Ajeng



Assalamualaikum Wr. Wb
Yak. Saya lagi disini…. Hahaha, iya iyalah. Orang ini blog aku yang punya. Okeh. Kali ini bahasan yang akan menjadi sorotan wide ku adalah mengenai Tegal, baik Kotanya maupun Kabupatennya. Yak, kota yang aku cintai sebelum Semarang dan Jogja, wkwkwk. Kota dimana aku dilahirkan dan berakar. Bahasan kita akan terbagi menjadi beberapa bagian.

1.      Bahasa
Sumpah. Aku paling gag suka kalau ada artis yang ngucapin bahasa kita sebletek-bletek gitu. Contohnya saja yak salah satu personil dari Ca**r, ada lagi artis berparas ayu Kart*ka Pu**i.
Gue heran gituh *gaya Stand_Up_Comedy kalo menurut gue, kalo elo gag paham itu bahasa, gag usah deh elo pakai. Walau memang di sebuah wacana Bahari ada kutipan menggelikan tentang artis seksi kelahiran Palembang ini. Begini tulisannya “Seharusnya kita bangga sebagai warga Tegal, karena bahasa ataupun logat kita dipakai di kalangan selebritis seperti  mbak Kart*ka Pu**i”, di sisi lain aku ngebaca cewek ini bilang kurang lebih gini, “Iya jadi saya disuruh untuk memerankan sebagai gadis Jawa. Jadi saya kepikiran untuk menggunakan logat Tegal, kaya mbak-mbak saya”.
Kesannya itu kalo missal di tanya, “Asalnya dari mana, mbak?”. Aku menjawab, “Asalnya dari Tegal mba”, eh dia langsung bilang, “Bahasanya berarti blebek-blebek dong mba kaya Cagur”.
Eh. Hellllllloooooooo…. Bahasa Tegal yang aku ngerti unik, man!   Sebenarnya aku kesal bukan karena artisnya ya (jadi kalau ada fansnya yang nge-bash, sorry anda gag punya daya nalar) Cuma aku rasa mereka gag ngerti sensasi keunikan bahasa itu sendiri.
Bahasa Tegal itu hampir mirip kaya bahasa jawa bagian barat lainnya seperti Banjarnegara, Cilacap, atau Kebumen. Tapi ada kata-kata tertentu yang berbeda. Missal di Tegal kita bisa makai kata “Koen” (dibaca Ko-wen e-nya seperti membaca sepatu), di Banjarnegara sama Cilacap bias jadi “Ko”, dan Kebumen “Koe” untuk pengucapan kamu. Sedangkan aku adalah “Enyong” atau “Nyong”.
Ada juga yang mungkin asing dengan bahasa gaul Tegal yang mungkin terdengar asing seperti yarik (bapak), jok (Ibu), Sakhang (kakak), jakwir (teman), serta jakwir cetem (sahabat). Ini biasanya terdengar di tongkrongan warung poci.
Pengalaman aku dalam bahasa tegal ini ketika SD kelas 4 an lah baru bias pakai dan belajar. Memang dari kecil kami (keluarga) sering menggunakan bahasa Indonesia, karena ada beberapa nada atau kata yang ketika di baca terdengar kasar. Walaupun demikian, ketika di sekolah, Tegalan menjadi bahasa wajib dengan teman. Hahaha.
Yang lainnya yang lucu adalah kata ulang sebagai penjelas. Misalnya padang-jembrang, srag-srog (dibaca zrag-zrog), atau kata kaya minyis-minyis yang biasa di sebut jika melihat cewek cantik.
Kalau untuk slogan Tegal itu yang aku ingat ada “Kota Tegal Laka-laka”, maksudnya Kota Tegal Tiada Duanya.
“Nggo nyong, Tegal kuwe sekabehane. Ya uwonge, ya kutane. Ngko angger Gusti mbein  nyong kesempatan sida sekolah ning luar negri, Tegal tetep ning atine aku… Salawase”. (Buat aku, Tegal itu semuanya. Ya orangnya, ya kotanya. Nanti kalau Allah kasih aku kesempatan jadi sekolah di luar negeri, Tegal tetap di hatiku…Selamanya)
2.      Makanan
Keinget di suatu blog Bahari yang lain, ada yang bilang “Kalaupun ada warung Indonesia pertama yang singgah di bulan, tidak lain dan tidak bukan adalah WarTeg atau Rumah Makan Padang”. Hahaha.
Memang yang khas dari sini adalah Warung Tegal atau warteg yang sekarang di jumpai dimanapun berada. Sampai-sampai, TKI asal Tegal di Malaysia, di daerah Kuching juga ada yang membuat warteg. Tapi, bakal diakui lagi gag ya sama Malaysia? Warung Tegal sekarang ini, memang tak sedikit juga yang penjualnya bukan orang Tegal, atau mungkin orang Brebes. Mereka bisa berasal dari manapun asal bisa memasak. Ada pengalaman lucu ini, jadi waktu itu aku beli makan di warteg dekat kampus. Alamak! Yang punya tante dari temanku. Agak sopan dan familiar aku pakai bahasa tegal. Dan hasilnya… “Wis lah, wonge dewek. Kabehe 5ngewu bae karo es teh” (Udahlah, orangnya sendiri, semuanya 5 ribu saja sama es teh). Padahal harganya mungkin 8-10 ribuan.
Baik, yang akan kita bahas adalah makanan “Khas” dari Tegal. Aku kasih tanda kutip karena ada beberapa kemiripan yah dengan masakan kota lain. Makanan ini juga sering aku makan biala bersama keluarga.
Sauto Tegal misalnya yang hamper mirip sama Soto Tauco Pekalongan dimana warna coklat pada kuah berasal dari tauco yang disiramkan pada tauge, daun bawang serta suwiran ayam atau babad.
Nasi Lengko. Nah, ini kata bapak yang di depan Kostku bilang ini juga merupakan salah satu makanan khas dari Cirebon.
Glotak. Ini merupakan makanan di mana Cabai, Gembus atau dage di rebus hingga terlihat seperti bubur. Paling enak dihidangkan panas dan di campur Pilus. Pilus tegal ini istimewa dari segi kerenyahan serta gurih karena adanya daun kucai.
Kalau untuk sarapan, kita biasa menemukan Ponggol. Dimana sambal goreng tempe basah di campur mie dan diberi bawang goring dibungkus daun.
Ada juga yang namanya Kupat Glabed. Ketupat ini dengan siraman kuah kental ditemani sate kerang atau sate kikil.
Selain kupat glabed, adapula kupat yang asli dari Tegal. Namanya Kupat Bongkok. Katanya asalnya dari Desa Bongkok, bukan Bangkok, ibu kota negri yang bakal aku datengin 5 tahun lagi yahhh *KYAAAAA THAILAND! Jadi isinya kupat, bumbu tempe tumbuk kuning, tauge rebus, kerupuk mie pedas, kuah sama pake kecap dan kerupuk rembahan. Asal muasal juga bilang kalau biasa dijual oleh ibu-ibu yang punggungnya bongkok.
Gorengan tahu dengan adonan aci yang diberi daun kucai, atau Tahu Aci. Ini faforit banget dahhhh buat teman nasi panas. Ada juga varian Tahu Aci cireng dengan aci banyak, Tahu aci Banjaran yakni tahu besar bentuk segi tiga, maupun tahu (maaf) upil atau tahu aci goreng basah dengan adanya minyak.
Aku paling suka adalah makanan yang namanya Olos. Dimana aci di buat bulat yang di dalamnya di beri potongan sayur kol dan rawit hijau. Kalau dimakan waktu panas itu rasanya Cos! Bibirmu double panas dan pedas. Sekarang baik isi maupun tampilannya tersaji dalam berbagai varian.
Kata orang cirri khas lainnya ada Sate Kambing Muda Tegal. Dimana rasanya nggigit beuuuudddd. Tapi hati-hati yang punya darah tinggi. Dilarang inih, makanan.
Latopnya juga bisa di bilang sebagai makanan khas disini, ada pula Sate Blengong,  Martabak Telor Lebaksiu, dll.
3.      Industry
Industi disini banyak lho, ada industry kok badminton. Ngomong-ngomong badminton, kamu tahu Simon Santoso. Pembulu tangkis nasional itu juga berasal dari Tegal. Keluarganya membuka toko olahraga juga lho.
Heemm.. kalau untuk daerah perbatasan kota dan kabupaten tepatnya Desa Adiwerna dan Talang, itu terkenal dengan Jepangnya Indonesia. Jadi dari situ banyak home industry yang membuat wajan, panci, prosotan anak, sampai kubah masjid atau apapun yang terbuat dari besi maupun seng.
Tau teh Gopek, The Tong Dji, teh Poci, teh Dua Tang, teh Melati? Nah itu dari tegal lho. Hanya saja teh Melati pusatnya di tengah kota sedangkan yang lain pabriknya terletak di daerah Slawi atau Kabupaten Tegal. Nah disini juga ada pabrik Obat nyamuk bakar.
4.      Lelucon lucu
Ada pula ini lelucon dari kalangan Tegal. Lelucon ini di buat berdasarkan nama-nama daerah yang berada di Kota maupun Kabupatennya. Walaupun sejauh ini setau aku, semuanya ada dari kabupatennya, kurang lebih bunyinya begini, “Tegal kuwe aman, ora tau banjir. Soale angger udan kan uwis ana Talang, pan banjir ngko Lemah Duwur diurug nganggo Pacul. Durung nduwe umah, ya enggo mbangun Tembok. Warteganne ya ngko  SidaKaton”.
( Tegal itu aman, gag pernah banjir. Karena apabila hujan kan udah ada Talang (Desa Talang, Talang disini bisa juga penanggul arus air hujan), mau banjir nanti Lemah Duwur (daerah Lemah Duwur, atau disini bias tanah yang tinggi) di bongkar pakai Pacul (Desa Pacul). Belum punya rumah ya nanti mbangun tembok (desa Tembok, Banjaran) Wartegnya ya nanti SidaKaton (Desa Sida Katon, maksud disini Jadi kelihatan).
FYI, desa SidaKaton, ataupun SidaPurna memang terkenal dengan desanya atau tempat tinggalnya perantau yang biasa jualan warteg. Jangan salah, perumahan inipun bias dibilang….Lumayan.
5.      Ciri khas, kebiasaan dan lain-lain
Dulu, banyak orang yang tongrong di warung sambil ngeteh. Cara penyajian teh disini berbeda. Tapi bukan kaya penyajian teh di Jepang juga. Bedanya adalah gula yang di pakai adalah gula batu. Sedangkan poci dan cangkir yang di gunakan terbuat dari tanah liat. Sangking kerennya ini poci, dibuat pula tugu hingga empat buah, di depan gedung PPIB Kota Tegal, dua buah tugu poci di taman poci kota Tegal, serta Tugu Poci selamat datang di Daerah Slawi.
Meminumnya pun sambil ketengkreng atau duduk di bangku panjang dengan kaki yang diangkat dan di tekuk satu. Mungkin bagi yang agak asing, banyak yang bilang gag sopan.
Ada lagi lho. Kalau Jogjakarta terkenal dengan angkringan, Tegal itu terkenal dengan lesehan. Lesehan itu makan dengan duduk di bawah dengan meja ukuran 35-40cm atau malah tanpa meja sama sekali (Bahasanya kita Nglekor, ngedemprak). Di Kota Tegal banyak dijumpai ini kebiasaan misalnya di sepanjang Jalan A. Yani, di Alun-alun Kota Tegal. Tapi lekoran yang aku suka di daerah Kabupatennya sih Di Taman Rakyat Slawi, Sekitar tugu poci Slawi.

Sungguh disayangkan, sekarang lesehan di Kota Tegal sendiri banyak sekali ditemui potret negative yang aku sendiripun melihat. Sayang, sungguh di sayangkan pula, Kota Tegal yang aku cintai dengar-dengar mendapat julukan kota seribu karaoke. Aku sendiripun bila pulang kampong sering melihat banyak yang demikian adanya. Sangat merindukan suara-suara pengajian, atau orang yang memuji Gusti Allah disini.
Oya tulisan yang dibuat ini sekedar bacaan ringan yang aku kumpulkan dari beberapa sumber seperti blogger Bahari, Koran Jawa Tengah langganan “Suara Merdeka dan Suara Pantura”, Film dari Theter Akar UPS Tegal, hasil renungan kota kalau jalan pakai motor bareng adik lelakiku, serta beberapa narasumber yang pernah singgah di Tegal yang selalu nitip oleh-oleh kalau aku pulang.
Jadi kalau ada pembaca budiman yang mau berkomen, atau membenarkan yang aku tulis, silahkan saja asal gag pakai kekerasan verbal yang membuat aku trauma untuk mencoba menulis panjang selain laporan, makalah, ataupun tugas paper.
Aku kangen glotak yang di Pasar Pagi, sama ponggol setan yang di depan Masjid Agung, sama olos original yang liburan lalu gag kebeli. Sama sekali :( 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar