Postingan ini aku buat sama seperti sebelum-sebelumnya. Masuk aja, tanpa
adanya ketokan di hati. Atau ini karena sesuatu. Entahlah. Mungkin ini agak
serius dari aku. Tapi ini lagi-lagi sebuah postingan dari buku diariku atau Private
Diary, you can call this. Yakinnya membuat atau men-showkan ini
karena aku yakin gag ada yang ngebaca, termasuk orang yang akan aku tulis
cerita hidupnya. Aku mengimaninya dia bukan termasuk orang yang suka stalking
orang lain. Gag seperti aku yang selalu stalking, diam, dan menyesal karena
telah memata-matai.
Dia mantanku, cowok. Sejujurnya dia mantan pertamaku. Emmm.... gag sih, dia
mantan kedua. Cuma Ryan yang jadi pacar pertamaku mempunyai tanda kutip sebagai
“pacar”, hehehe. Iya karena ada yang nganngu aku aja, jadi aku minta tolong
buat jadi cowok aku dan marahin itu penggangu gila. Dan hasilnya...buruk. itu
parasit gag ngejauh aja dari aku :/
Ya.. cukup kita ngomongin sahabat atau “pacarku” itu. Ya, balik lagi ke
mantanku yang ini. Aku suka panggil dia Ubay. Kami teman dari SD. Dan ketemu
secara gag sengaja waktu aku pulang dari SMP. Sebenarnya dia udah sering kasih
sinyal gitu, ya gambar bungalah, ya perhatian lah. Tapi berhubung aku masih
suka dan demen banget sama Kancil a.k.a First Love-ku, jadi aku cuekin
dia.
Kami jadian tanggal 1 Januari 2010. Ya, satu jam persis setelah perayaan
tahun baru di alun-alun. Hubungan jarak jauh membuat aku kebingungan, dan masih
merasa sama. Sendiri. Dia di Jogja dan aku di Tegal. Sebenarnya bayangan si
Kancil udah sebisa mungkin aku tekan agar gag nganggu ini hubungan. Karena aku
termasuk penganut “Cinta pertama itu memang sulit dilupakan”. Tapi sebenarnya
memang aku udah ada sedikit perasaan. Tapi masih sedikit lho yak.
Konyolnya aku suruh dia untuk selingkuh. “Hahaa”. Ucap dia, mungkin dia
kira aku bercanda, tapi aku gag bercanda. Aku serius. “Gag akan”. Kata dia.
Tapi ternyata banyak temen atau adik kelasnya yang suka say hello sama dia.
Gemes banget waktu itu. Hubungan kami memang cocok disebut teman di banding
sesuatu. Aku sering berbohong ke teman tentang lamanya hubungan kami. Padahal
hubungan kami hanya berusia 1 tahun persis. Gila khan.
Waktu itu, memang dia fokus ke pendidikannya sedangkan aku berusaha buat
gag ngeganggu fokus belajar dia. Walaupun perjalanan kami setahun, dia baru
satu kali menjemput aku pulang sekolah, itupun karena aku harus berangkat ke
tempat les. Dating? Hampir gag pernah ketika kami berjalan bersama.
Dating pertama kami ketika aku study tour ke Jogjakarta kami sempatkan
untuk bertemu. Dan aku membelikannya beberapa kaos, yang konyolnya di
Jogjakarta sudah terkenal. Hahaha, Silly me. Menyenangkan sekali, dan jujur aku
akui, aku cinta dia tanpa ada keterpaksaan dan tekanan seperti di awal hubungan
kami. Mulutkupun sempat bingung untuk mengeluarkan kata-kata apa. Hanya ingin
mengatakan “Aku rindu hari ini”. Memang gag sendirian pula aku disana, kawanku
menemani. Untuk jaga-jaga agar rasa gugup itu sedikit teratasi. Sudah lupa,
apakah pada saat itu dia sudah memiliki penggantiku. Dan lagi-lagi, aku sering
berbohong kepada teman mengenai perjumpaan ini.
Aku sadari, aku bukan yang pertama untuknya. Dahulu ketika SD aku memang
sudah menyukai dia. Ya kami sering bertengkar. Tapi sudahlah. Pertemuan kedua
kami adalah ketika aku pulang liburan UTS kuliah tahun lalu. Di bulan Oktober.
Malam itu dingin sekali, dan aku berusaha menjadi diriku. Tempat yang kita tuju
adalah kedai kopi milik adik kelasku. Sayangnya dia tidak memesan hal yang
sama.
Kututupi rasa gugup itu dengan bermain handphone serta melakukan aktifitas
lainnya. Dan hal lainnya seperti minum kopi dengan terburu-buru, hal ini sempat
disadarinya dan berkata “Gugupkah?
Serasa ada tiga orang. Aku, kamu dan hpmu...”, “...hey tahukah kamu,
cara menikmati kopi yang nikmat? Hirup aromanya, teguk sedikit dan biarkan ia
berlama di mulutmu. Sehingga kamu merasakan rasa pahit-manisnya rasa kopi. Gag
panas minum cepat begitu? Memang sih, kalau gugup pasti bisa mengatasi rasa
panas di mulut. Tapi cobalah tenang, agar mulutmu tidak berasakan mati rasa.
Hehehe”.
Cukup! Aku berusaha melupakan itu. Hubungan kita bermula dari suatu
kebohongan dan berakhir dengan sakit. Tidakkah kau merasa hubungan itu seperti
rasa kopi yang....pahit dan manis. Sudah bersikeras aku melupakanmu. Sulit,
kawan. Tak ayal omongan gombalmu yang di oktober membuatku hampir mati tersedak
kopi panas muncul kembali. “Hal yang aku sesali dalam hidupku adalah berpisah
darimu”. Sial! Andai saja Silver Queen itu dapat berkata. Serta janjinya untuk
ber-caffe bersama setelah kepulangan liburan semesteranku.
Kamu yang pecinta coklat, dan aku yang pernah memberimu coklat beralaskan
kain merah. Hei, Ubay. Jujur, aku lupa tanggal lahirmu. Aku lupa sudah berapa
kali aku tidak mengucapkannya padamu. Tapi aku tidak lupa berdoa di setiap awal
bulan Februari beralamatkan kamu. Karena aku yakin, kamupun begitu. Tanggal
lahirmu aku tahu sehari sebelumnya, dan aku putuskan .... tidak akan
mengucapkannya.
Teringat di tahun ke 18ku, kau menelponku. Sungguh aku bahagia, dan dengan
gaya tengilmu kamupun bilang akankah obrolan ini menjadi kado kangenmu. Senyum
bahagiaku berubah jadi sebuah garis bibir tanpa ekspresi. Aku takut menyukaimu
kembali, aku takut karena kamu milik orang lain. Aku takut karena kamu ...
Liburan semester 3, sudah ada bayangan batin tentangmu. Setiap aku tidur,
kamu selalu menyapaku di mimpi. Oh Tuhan. Apakan kita saling merindu?
Kuputuskan untuk melihat keadaanmu lewat akunmu. Alhamdulillah, kamu sudah disibukkan
dengan kegiatan kuliahmu. Alhamdulillah, kamu sudah lupa dengan ucapan akan
ngopi bersama. Mungkin hanya perasaanku yang demikian kegeeran dan dipenuhi
dengan khayal. Tapi dari sekian mimpi yang aku ingat hanyalah ketika kita di
culik oleh alien dan ditempatkan di sebuah goa dan ketika semua keluar itu
merupakan halaman sekolah kita berdua dulu.
Tuhan.... jangan lakukan ini. Ijinkanlah aku melupakannya. Atau biarkanlah
aku hilang dalam ingatannya. Bukankah dia begitu mudah melupakanku? Bukankah
dia melupakan janji yang telah menjadi harapanku setiap kali pulang ke kampung
halaman?
Ketika ditanya teman, apakah aku melupakannya. Dan hanya anggukan serta
senyum tipis yang kuberi. “Mana buktinya? Kamu gag punya cowok sampe sekarang”.
Apakah harus kubuktikan jalan dengan yang lain? Inginku langsung menikah.
Biarkanlah dia menjadi pacar pertama dan terakhirku. Namun aku berjanji ketika
aku meminum kopi, aku akan hirup aromanya, teguk sedikit dan membiarkan ia
berlama di mulutku. Sehingga aku merasakan kembali rasa pahit-manisnya meminum
kopi ditemani kamu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar