Senin, 17 Maret 2014

Cinta Dalam Tegukan Kopi



Postingan ini aku buat sama seperti sebelum-sebelumnya. Masuk aja, tanpa adanya ketokan di hati. Atau ini karena sesuatu. Entahlah. Mungkin ini agak serius dari aku. Tapi ini lagi-lagi sebuah postingan dari buku diariku atau Private Diary, you can call this. Yakinnya membuat atau men-showkan ini karena aku yakin gag ada yang ngebaca, termasuk orang yang akan aku tulis cerita hidupnya. Aku mengimaninya dia bukan termasuk orang yang suka stalking orang lain. Gag seperti aku yang selalu stalking, diam, dan menyesal karena telah memata-matai.
Dia mantanku, cowok. Sejujurnya dia mantan pertamaku. Emmm.... gag sih, dia mantan kedua. Cuma Ryan yang jadi pacar pertamaku mempunyai tanda kutip sebagai “pacar”, hehehe. Iya karena ada yang nganngu aku aja, jadi aku minta tolong buat jadi cowok aku dan marahin itu penggangu gila. Dan hasilnya...buruk. itu parasit gag ngejauh aja dari aku :/
Ya.. cukup kita ngomongin sahabat atau “pacarku” itu. Ya, balik lagi ke mantanku yang ini. Aku suka panggil dia Ubay. Kami teman dari SD. Dan ketemu secara gag sengaja waktu aku pulang dari SMP. Sebenarnya dia udah sering kasih sinyal gitu, ya gambar bungalah, ya perhatian lah. Tapi berhubung aku masih suka dan demen banget sama Kancil a.k.a First Love-ku, jadi aku cuekin dia.
Kami jadian tanggal 1 Januari 2010. Ya, satu jam persis setelah perayaan tahun baru di alun-alun. Hubungan jarak jauh membuat aku kebingungan, dan masih merasa sama. Sendiri. Dia di Jogja dan aku di Tegal. Sebenarnya bayangan si Kancil udah sebisa mungkin aku tekan agar gag nganggu ini hubungan. Karena aku termasuk penganut “Cinta pertama itu memang sulit dilupakan”. Tapi sebenarnya memang aku udah ada sedikit perasaan. Tapi masih sedikit lho yak.
Konyolnya aku suruh dia untuk selingkuh. “Hahaa”. Ucap dia, mungkin dia kira aku bercanda, tapi aku gag bercanda. Aku serius. “Gag akan”. Kata dia. Tapi ternyata banyak temen atau adik kelasnya yang suka say hello sama dia. Gemes banget waktu itu. Hubungan kami memang cocok disebut teman di banding sesuatu. Aku sering berbohong ke teman tentang lamanya hubungan kami. Padahal hubungan kami hanya berusia 1 tahun persis. Gila khan.
Waktu itu, memang dia fokus ke pendidikannya sedangkan aku berusaha buat gag ngeganggu fokus belajar dia. Walaupun perjalanan kami setahun, dia baru satu kali menjemput aku pulang sekolah, itupun karena aku harus berangkat ke tempat les. Dating? Hampir gag pernah ketika kami berjalan bersama.
Dating pertama kami ketika aku study tour ke Jogjakarta kami sempatkan untuk bertemu. Dan aku membelikannya beberapa kaos, yang konyolnya di Jogjakarta sudah terkenal. Hahaha, Silly me. Menyenangkan sekali, dan jujur aku akui, aku cinta dia tanpa ada keterpaksaan dan tekanan seperti di awal hubungan kami. Mulutkupun sempat bingung untuk mengeluarkan kata-kata apa. Hanya ingin mengatakan “Aku rindu hari ini”. Memang gag sendirian pula aku disana, kawanku menemani. Untuk jaga-jaga agar rasa gugup itu sedikit teratasi. Sudah lupa, apakah pada saat itu dia sudah memiliki penggantiku. Dan lagi-lagi, aku sering berbohong kepada teman mengenai perjumpaan ini.
Aku sadari, aku bukan yang pertama untuknya. Dahulu ketika SD aku memang sudah menyukai dia. Ya kami sering bertengkar. Tapi sudahlah. Pertemuan kedua kami adalah ketika aku pulang liburan UTS kuliah tahun lalu. Di bulan Oktober. Malam itu dingin sekali, dan aku berusaha menjadi diriku. Tempat yang kita tuju adalah kedai kopi milik adik kelasku. Sayangnya dia tidak memesan hal yang sama.
Kututupi rasa gugup itu dengan bermain handphone serta melakukan aktifitas lainnya. Dan hal lainnya seperti minum kopi dengan terburu-buru, hal ini sempat disadarinya dan berkata “Gugupkah?  Serasa ada tiga orang. Aku, kamu dan hpmu...”, “...hey tahukah kamu, cara menikmati kopi yang nikmat? Hirup aromanya, teguk sedikit dan biarkan ia berlama di mulutmu. Sehingga kamu merasakan rasa pahit-manisnya rasa kopi. Gag panas minum cepat begitu? Memang sih, kalau gugup pasti bisa mengatasi rasa panas di mulut. Tapi cobalah tenang, agar mulutmu tidak berasakan mati rasa. Hehehe”.
Cukup! Aku berusaha melupakan itu. Hubungan kita bermula dari suatu kebohongan dan berakhir dengan sakit. Tidakkah kau merasa hubungan itu seperti rasa kopi yang....pahit dan manis. Sudah bersikeras aku melupakanmu. Sulit, kawan. Tak ayal omongan gombalmu yang di oktober membuatku hampir mati tersedak kopi panas muncul kembali. “Hal yang aku sesali dalam hidupku adalah berpisah darimu”. Sial! Andai saja Silver Queen itu dapat berkata. Serta janjinya untuk ber-caffe bersama setelah kepulangan liburan semesteranku.
Kamu yang pecinta coklat, dan aku yang pernah memberimu coklat beralaskan kain merah. Hei, Ubay. Jujur, aku lupa tanggal lahirmu. Aku lupa sudah berapa kali aku tidak mengucapkannya padamu. Tapi aku tidak lupa berdoa di setiap awal bulan Februari beralamatkan kamu. Karena aku yakin, kamupun begitu. Tanggal lahirmu aku tahu sehari sebelumnya, dan aku putuskan .... tidak akan mengucapkannya.
Teringat di tahun ke 18ku, kau menelponku. Sungguh aku bahagia, dan dengan gaya tengilmu kamupun bilang akankah obrolan ini menjadi kado kangenmu. Senyum bahagiaku berubah jadi sebuah garis bibir tanpa ekspresi. Aku takut menyukaimu kembali, aku takut karena kamu milik orang lain. Aku takut karena kamu ...
Liburan semester 3, sudah ada bayangan batin tentangmu. Setiap aku tidur, kamu selalu menyapaku di mimpi. Oh Tuhan. Apakan kita saling merindu? Kuputuskan untuk melihat keadaanmu lewat akunmu. Alhamdulillah, kamu sudah disibukkan dengan kegiatan kuliahmu. Alhamdulillah, kamu sudah lupa dengan ucapan akan ngopi bersama. Mungkin hanya perasaanku yang demikian kegeeran dan dipenuhi dengan khayal. Tapi dari sekian mimpi yang aku ingat hanyalah ketika kita di culik oleh alien dan ditempatkan di sebuah goa dan ketika semua keluar itu merupakan halaman sekolah kita berdua dulu.
Tuhan.... jangan lakukan ini. Ijinkanlah aku melupakannya. Atau biarkanlah aku hilang dalam ingatannya. Bukankah dia begitu mudah melupakanku? Bukankah dia melupakan janji yang telah menjadi harapanku setiap kali pulang ke kampung halaman?
Ketika ditanya teman, apakah aku melupakannya. Dan hanya anggukan serta senyum tipis yang kuberi. “Mana buktinya? Kamu gag punya cowok sampe sekarang”. Apakah harus kubuktikan jalan dengan yang lain? Inginku langsung menikah. Biarkanlah dia menjadi pacar pertama dan terakhirku. Namun aku berjanji ketika aku meminum kopi, aku akan hirup aromanya, teguk sedikit dan membiarkan ia berlama di mulutku. Sehingga aku merasakan kembali rasa pahit-manisnya meminum kopi ditemani kamu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar