Aku dan ‘mereka’ : Ia yang Meniup
Malam sabtu ini terasa suram, kelam, dan dingin. Hujan
sepertinya enggan meninggalkan desa ini. Ia terus saja turun seperti tangisan
dewi-dewi di khayangan sana dari sepulangku dari kampus sore ini. Baju dan
jaket yang basah tadi langsung kugantung angin-angin dengan menggunakan hanger.
“Helena fidu .. Where are you. Come’ on and enjoying
this game now”. Kulatunkan sedikit lagu menirukan opening theme songnya Scooby.
Terus saja kupanggil namanya berharap dia muncul sejenak. Sambil bernyanyi, aku
melepas kerudung abu-abuku yang juga basah.
Kamarku terasa sangat dingin, gelap. Dari celah pintu
aku membayangkan diluar mungkin lebih dingin.
“Males banget! Laporan udah selesai, malah sepi
melanda”, batinku melanda.
Kubuka pintu kamar dan mengarahkan kakiku menuju ruang
tv. Sepertinya hampir semua penghuni kosan ini banyak yang pulang kampong
karena weekend. Aku merasa kosan ini seperti rumah sendiri. Sepi.
Televise kunyalakan untuk meramaikan kosan dengan
volume suara yang tinggi. Kebetulan acaranya menarik. Tentang liputan seorang
blogger traveling kuliner yang kebetulan sedang di Negeri Ginseng. Tak apalah
mungkin aku melihatnya sendiri.
‘Fuuuhhh’..
Ditengah keseruannku sepertinya ada yang meniup
telinga kiriku, rambut pendekku sempat berkipas sebentar. Dingin rasanya. Secepatnya
aku menoleh.
“Astaghfirullah..”.
Secepatnya menghilang. Entah siapa. Usilnya. Ingin
berkenalannkah?
Pintu depan terbuka, sontak aku melihat. Ternyata
penjaga kosan sepertinya baru datang karena pulang kampong. Bajunya basah.
Sepertinya tetesan air itu belum juga reda. Ia duduk sebentar sambil
berkomentar sesekali tentang tayangan yang ada.
“Lhah..lhah.. kok kerasane dingin banget yo mbak iki
dikaki”.
“Oh.. iya tha? Angin mungkin, maklum diluar khan masih
hujan”. Sahutku.
‘Fiuuuhh…’
Telingaku tiba-tiba ditiup lagi. Ingin tahu rasanya?
Hembusan udara dingin dingiiiinn sekali. Takut sih tetapi penasaran. Dan
berpikir yang bukan-bukan.
Tiba-tiba penjaga kosan beranjak dari tempat duduk dan
berkata lalu neninggalkanku penuh tanya, “iku lho mbak. Mbake yang biasanya
duduk didepan arep kenalan”.
Secepatnya aku mematikan tv, dan berlari menuju kamar.
Menarik selimut dan memaksakan memejamkan mata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar