Rabu, 07 Januari 2015

Phobia Terhadap Kucing & Alasan

Hoam.. berat rasanya mata ini untuk dibuka. Ingin rasanya tetap balas dendam karena tidurku yang sangat singkat malam tadi. Bayangkan saja waktu tidurku untuk semalam adalam tepat pukul 5:00 dimana suasana sudah ramai. Hahaha, memang kebiasaan buruk ini susah dihilangkan, yakni begadang hingga larut dan tertidur setelah sholat subuh.
Malam ini menjadi malam yang berbeda dari malam-malam sebenarnya. Aku yang memang hobi tidur malam mengisi waktuku dengan menonton film hingga larut, berhubungan hampir semua tugas kuliah sudah terselesaikan. Malam ini aku dan temanku, Afiani menonton film horror Korea berjudul ‘The Cat’. Aish.. padahal tanpa itu tema horrorpun aku sudah sangat takut terhadap kucing.
Bicara soala film horror, sebenarnya aku juga tipikal yang penakut. Namun aku berusaha saja pasang tampang berani bahkan dengan sengaja pasang muka tablo agar banyak yang menebak, ‘Wah, jantungnya kuat’. Mau tahu triknya? Waktu di menit bahkan detik-detik awal aku menonton sambil mencari synopsis film tersebut, bila perlu sampai blusukan ke blog-blog yang membuka spoiler. Jadi kita tahu, dimana adegan yang akan mengejutkan terjadi. Hahaha.
Entah mengapa bila aku melihat kucing rasanya ingin kabur saja. Tampangnya yang menyeramkam tau banyaknya mitos yang berhubungan dengannya. Di kontrakan kami, salah satu kakak angkatan ada yang memelihara kucing yang hidungnya pesek itu lho. Pernah suatu malam ketika aku sedang mengerjakan tugas, hasrat ingin pipisku muncul. Setelah aku membuka kamar, jreenggg….! Kucing pesek itu sedang duduk dan rasanya benar-benar terpaku menatap kamarku.
Masya Allah.. ini efek terror yang tertinggal akibat nonton film tersebut. Seolah-olah kucing tersebut teman dari hantu atau malah..SPY?! iyah. Spy yang dikirim seseorang gitu. Pernah pada saat aku dan ke-7 penghuni kontrakan sedang bersantai diruang TV, pesek datang menghampiriku. Alamak! Kata si empunya, Pesek bisa tau mana yang berani dia mana yang takut kucing. Lalu aku pura-pura berani dan mencoba membolak-balikan kalung milik Pesek barangkali memang dia Spy. Tapi ternyata bukan. Yah… tapi dengan adanya film tersebut aku memang sangat lebih berhati-hati terhadap Pesek, karena aku tidak tahu apa tujuan dia datang kemari.
Kontrakan kami berada di perempatan sebuah gang. Malam ini suasana perkampungan sangat sepi, sehingga kamupun jika berada disana juga bisa mendengar suara mobil yang melewati jalan lintas kota yang jaraknya tidak sampai 200m. Sedangkan untuk kamarku berada di dekat gang tersebut. Aku tidur bersama Afiani dimana kamar kami tata senyaman mungkin.
‘Myeong, Myeong’.. tiba-tiba ada suara kucing. Ini bukan suara Pesek, karena pasti Pesek sudah tidur. Aku mendengarkan lebih jelas lagi dengan menajamkan ketajaman indera pendengaranku. Suara itu berasa dari luar.
“Buset, jam segini siapa sih yang ninggalin bayinya sampai nangis begitu?”, ucap Fia disetengah tidurnya.
‘Gulp!’, Bayi? Bukannya itu suara kucing? Tapi setelah dipikir-pikir memang suaranya mirip seperti bayi yang menangis. Oh Tuhan. Kucing itu seperti mondar-mandir di Gang tersebut. Kadang menjauh, kadang sangat dekat, dan menghilang lalu muncul kembali suaranya. Nanti begitu seterusnya hingga subuh tadi.
Aku yang sebenarnya penakut, amat sangat takut malah bila dalam kondisi dan situasi demikian mencoba untuk tetap tenang. Tapi ketika suara kucing itu benar-benar sangat dekat (perasaanku kucing tersebut tidak berubah tempat dan hanya benar-benar berdiam di depan kontrakan kami) yang aku lakukan hanyalah MEMBEKU. Yap membeku tidak bergerak dan konyolnya juga menahan napas. Takutnya itu kucing vampire yang bisa mengetahui kalau aku masih belum tidur.
Aku sungguh dibuatnya gila dalam beberapa hari belakangan. Pernah kalanya aku mencoba mengintip dari ventilasi dengan segala keberanian  yang sangat tersisa. Tapi belum pernah aku melihat secara langsung visualisasi dari kucing tersebut.
Adzan Subuh berkumandang. Alhamdulillah, aku yang sudah berpengalaman dalam bidang mengingat atau ‘ngelingke’ pasti suara kucing misterius itu hilang. Selalu saja demikian, dan memang demikian. Entah Adzan tersebut merupakan alarmnya atau bagaimana.
Setelah solat, perasaan terror terus masih ada. Disini aku juga akan menjelaskan berhubungan dengan kuliah saya yakni mengenai phobia. Jangan salahkan atau tertawakan bila ada seseorang yang takut terhadap sesuatu.
Misalnya aku. Aku sangat takut dengan kucing (namun perlahan sudah di treatment dengan memegang bulu kucing). Aku pernah bercerita terhadap Psikiaterku, bahwa dengan mendengarkan meongan kucing yang berat, atau kucing yang akan bertengkar atau kucing yang menurutku agak aneh itu dapat membuatku seperti mendapatkan terror apapun itu. Perasaanku bisa saja berkeringat dingin hingga melakukan hal konyol lainnya.
Lalu dengan melihat mata kucing saja aku seperti merasa bahwa mata kucing akan menjadi menyeramkan bila dari dekat. Missal aku melihat dari jauh mata kucing sangat indah. Tapi ketika aku mendekatinya, yang kulihat hanyalah mata dengan pupil atau keseluruhan yang berwarna hitam. Kosong.
Bahkan pada saat pengadopsian Pesek oleh walinya sekarang, aku benar-benar merasa sangat diterror, ketakutan sekali bahkan menjerit atau menangis. Tak jarang aku mengumpat kata kasar atau melempar Pesek dengan sandal japit. Inilah yang sarankan oleh teman yakni bertanya pada psikiater.
Psikiater bilang ada trauma psikis (kejiwaan) maupun fisik terhadap sesuatu sehingga membuat aku takut terhadap kucing. Misalnya pada saat dulu-dulu sangat ketika aku kecil pernah melihat atau menonton film horror, thriller atau apalah fucker itu yang kemudian direkam oleh saraf memasuki bawah sadar berupa memori. Kemudian disaat yang bersamaan tumbuh dengar mendengarkan ini itu tentang hal buruk atau bahkan yang dirasa menakutkan tentang sesuatu. Anak kecil yang memiliki rasa takut akan selalu menelan memori tanpa berpikir apakah demikian itu benar ataupun salah. Kemudian dari rasa yang ada menupuk diingatan sehingga menimbulkan trauma.
 Dari penanganan yang diberikan yang aku terima yakni obat yang diminum ketika rasa panic dan takut itu muncul, dan terapi bersama pembiming yang sabar (hehehe). Jadi misalkan takut dengan kucing seperti ini, kamu bila menggunakan orang terdekat untuk menjadi terapis yakni dengan memelihara kucing itu sendiri. Kamu takut dengan ketinggian, maka kamu bisa mencoba wahana-wahana yang memacu adrenalin yang pastinya ditemani pendamping.
Kamu takut dengan kegelapan, sendiri dan sempit sehingga kamu dapat mencoba untuk menggunakan lift sering kali dengan ditemani teman. Dan kalau misalnya kamu takut dengan hantu, kamu bisa ikut acara itu yang di TV. Tenang, hantunya gag asli kok. Jadi setelah acara selesai, kamu bisa mencari si cast dan menonjoknya secara keras, dilakukan satu kali, dan berteriak “Aku Gag Takut!!!” atau “Aku Pemberanii”. Hehehe.
Yasudah kali ini segini yang dapat aku bagikan. Selamat mencoba tips diatas.
Yap Aku Berani!

Selasa, 06 Januari 2015

Berharap Mulut dan Mata yang Berkata 'Rindu'.

Pantaslah aku menobatkan diriku sendiri sebagai Taylor Swift atau Raditya Dika imitation. Hahaha. Taylor Swift yang ya you know-lah gimana tentang isi-isi lagunya. Sedangkang bang Radit yang juga ya yah, hampir mirip-mirip gitu. Dan persamaan aku dengan Bang Radit yakni menyebutnya dengan nama hewan atau istilahnya pet yah buat aku, tapi bukan ‘ngepet’ lho. Hehehe.
Yah ginilah aku, yang apa adanya yang juga (demi Neptunus) memiliki ‘Negeri Neptunus’ hehe, yah sedikit pelarian juga bukan sih tapi lebih tepatnya tempat yang ada disaat kelabilan ini menerjang. Jiah. Jadi pasti yang membaca catatan ini pasti bosan setengah mampus deh, ya khan?
Saat makan malam bareng salah satu teman kemarin di sebuah warung angkringan #AngkringanGangTelu yang berkonsep music dan memorian kebetulan diputar lagu-lagu jaman aku masih #BiruPutih ya sebagai pengiring makan pasti lagunya yang sendu, mellow atau apalah itu bukan lagunya bang Dyo Haw yah. *hehe, lagunya Ribas yang ‘Sebelah Hati’ sama Lobow yang ‘Salah’.
Tiba-tiba gitu yah aku kepintas ingatan sama si Kancil ‘Kampredika’, lho udah Kancil kok pake kampret (?) bukannya kampret itu bahasa Jawa dari kelelawar? Hehe, iya bener, bener. Tapi kampredika itu buka kelelawar tapi memang namanya tersembunyi disitu.
Trus sempat mikir gitu, ‘Iya yah udah lama semenjak yang pelatihan jurnalistik di SMK 1 Tegal waktu aku kelas 11 aku sama sekali belum bertemu sama dia kembali’. Waktu itu ketemupun kita juga tak saling menyapa. Hanya mata kita yang sempat melihat dan saling mengatakan, “Hai, apa kabar? Kabar baik khan? Aku juga baik”, sambil sedikit menarik napas dalam. Dan sepulang dari makan aku langsung menjalakankan aktivitas yang sudah amat sangat aku berusaha untuk tidak melakukannya. Yakni, STALKING.
Banyak cerita-cerita dari sana. Dia tumbuh dengan waajah yang berubah, yah aku juga demikian *semakin tembem. Dan tiba-tiba aku mengarahkan kursor ke tombol Option, lalu..klik… Yap, dalam beberapa detik 5 foto dia sudah tersimpan di memory lepi-ku. Dari yang foto dia magang, di arena atv, waktu dia muncak di Prau, dia minum kopi, sampai foto waktu dia di Umbul Sidomukti. Menatap foto, dan tersenyum, lalu..mencari tissue. Separah inikah aku? Masya Allah.
Iyah, walaupun kami sama-sama di satu univ. tapi kami sama sekali belum pernah bertemu. Huh! *deeply sigh. Di hari ibu kemarin, ketika makan di tempat yang sama bersama Mba Yaya tiba-tiba dia bilang.
“Dek, gimana perkembangan kamu sama yang anak kimia?”
Aku pura-pura tak mendengarkan sambil memainkan air di sisi gelas karena mencairnya es mochacinno yang aku pesan.
“Emm, bukan hubungan kalian sih, cuma usaha kamu gimana?”
Kali ini aku menjawab. “Oh.. dia. Kayaknya gag ada harapan. Statis. Lama kami gag saling ketemu. Lupakan saja.”
Ohya kemarin (22/12) waktu pulang kumpul angkatan, tak sengaja aku nyletuk ‘Long Time No See’ dan Anisa yang ada disampingku mendengarkan, dan bertanya singkat “Siapa?”. Pertanyaannya tidak kujawab, karena mataku sibuk menyapu sekeliling kampus. Lalu ketika kami mendekati gedung Dekanat giliran Anisa berkata, “yang kamu cari lagi duduk didepan”. Rupanya dia memang tahu siapa yang aku cari, bibirku berubah tersenyum namun hanya beberapa centi saja lebarnya.
Kembali ke percakapan dengan Mbak Yaya. Ya setelah aku menjawab, reaksi mbak Yaya cuma tersenyum sambil minum es tehnya.
“Yah, seenggaknya aku masih bisa konsentrasi ke laporan, makalah-makalah, jurnal-jurnal sama tugas magang di semester 6 sih Mba. Sedikit teralihkan untuk sementara. Gag tau sih, ntar kalau semuanya selesai, mungkin gangguan semacam itu muncul lagi, hehehe”.
“Yasudah gag papa. Aku juga gitu kok. Sekarang lagi mikir tentang tesisku daripada Zuhdi. Hehehe.”
Dia tersenyum, akupun tersenyum. Kami saling merasa perasaan tersebut sekarang. Mungkin sebenarnya kami menangis dalam senyum tersebut. Heh. Senyum di bibir Cuma kamuflase saja. Aku tahu, kami sama-sama menahan nangis, karena hidung dan mata tidak bisa berbohong. Hanya saja ini bukan tentang anak Kimia, tapi tentang anak Teknik Sipil.
‘Baru menyadari, sebentar lagi semester enam dan sebentar lagi ada yang sedang berusaha membuat TA. Benar-benar tiga tahun memandang langit di tempat yang sama, tapi benar-benar tidak saling menyapa. #degateksi.’
Barusan aku akan berkicau demikian, langsung aku keluarkan tweet tersebut. Agaknya itu bukan semestinya dan mungkin berpikir bahwa aku cari perhatian. Biarlah entah sampai kapan aku dan Kancil belum dapat bertemu atau malah tidak akan bertemu kembali. Berharap kali ini mata kami dan mulut kami bisa saling bekerja sama.
Lagi-lagi yang aku tulis bukan mengenai kuliah, atau tentang keadaan kampus. Tapi bukankah seseorang terkadang bisa mengungkapkan sebenarnya dia? Bukankah dalam hati dia bukan seorang munafik?
Inilah aku.