Jumat, 10 Januari 2014

Cerita di Kamis Malam



Hari ini adalah hari kamis. Dahulu aku menanti hari ini disaat aku mengenal seseorang. Seseorang yang sudah merubah pertemanan menjadi persahabatan sehingga menumbuhkan suatu perasaan yang hanya dialami oleh dua sejoli dimabuk asrama. Seseorang yang juga merubah hubungan itu kembali pada pertemanan atau lebih tepatnya saling tidak mengenal, seperti saat kami kehilangan kabar.
Tapi kamis kali ini aku menunggunya karena hobi baru yakni mendengarkan portal nightmare di radio-radio. Bukan sesi menakutkan yang aku harapin, namun sesi yang tiba-tiba membuat aku merindukan dua atau tiga orang yang telah lama hilang di dunia ini. Mereka telah tidur dengan tenang berturut turut di akhir abad. Mereka adalah tetuaku yakni, Eyang Umi, dan Eyang Abah serta Tante Irma yang telah tenang dalam pelukan Allah.
Aku langsung nangis aja tiba-tiba. Baru kusadari memang bahwa sudah lama tidak menganggap kenangannya tentang mereka. Aku dan adik kandungku yang lelaki termasuk yang beruntung. Dimana kami masih sempat merasakan hangatnya sayang seorang nenek serta kakek yang kami sayangi. Tidak lupa tanteku, Rumanah Irmayati (almh) yang cantik rupanya bak bidadari taman surge yang selalu riang menemani keponakannya bermain. Yang ada dibungaku ketika mendengar tembang lawas “Oh bunga mawar lekaslah mengembang.. ku ingin memtik dirimu..” selalu menge,bang wajahnya yang setiap paginya menyiram bunga mawar merah di depan pekarangan rumah eyang.
Bunganya cantik, persis seperti yang merawatnya. Dia selalu tampil paling anggun di setiap acara. Wajah tanteku itu mirip dengan salah satu artis Indonesia, namun sayang aku lupa untuk mengingatnya. Semua putri eyang memiliki sisi yang berani dan cakap serta gesit layaknya lelaki. Maklum Eyang Umi dan Eyang Abah memiliki tiga srikandi dalam kelompok lima Pandawa.  Bila bercerita mengenai tante, iya juga akan sangat manis ketika mengenakan kebaya serta rambut yang disanggul. Tanpa riasan yang berlebih, itu sudah cukup.
Mengenai Eyang Abah serta Eyang Umi. Pasti selalu pilihan utama ketika pada saat itu masa TK kami yang sangat bandel merekalah ujuan pelarian kami. Hehe. Dan hasilnya gigi ompong kami menampak, ketika Eyang Abah yang duduk di kursi roda pura-pura memarahi atau menasehati Mamah atau Abih yang lagi dibuat kesal oleh kita. Adem banget ketika semua nostalgia berterbangan dalam ingatan dimasa lalu.
Malem Kamis, 9 Januari 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar